Sabtu, 06 Juni 2020

Mengapa Saya Harus Cuci Darah ( Sebuah catatan)

Catatan ini barangkali dpt bermanfaat bagi teman-teman.
Sebelum menuliskan catatan ini, pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman semua atas doa dan dukungannya. Semoga Allah memberikan balasan setimpal. Amin.
 
Harus HD
Pada awal bln puasa lalu (24/4), saya kontrol ke dokter di RS. Keluhan waktu itu, sering mual-mual kalo makan, tidak nafsu makan, gampang capek, dan sering sakit kepala. Hal ini sudah sekitar seminggu saya rasakan.

Dokter langasung mengadakan pemeriksaan. Melihat kondisi muka saya yg pucat, dr menganjurkan utk dirawat dan pemeriksaan darah. 

Hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa kondisi saya tidak baik alias parah.  Hemoglobin (HB) 4,7 mg/dL ( normalnya 11,5-15,5), hematokrit 14 % (normalnya 37-49), ureum 238 (10-50),  kretinin darah 6,08 mg/dL (normalnya 0,7-1,17).

Saat itu juga dr menganjurkan rawat inap dan transfusi darah. Keesokan harinya transfusi dilakukan setelah dapat darah dari PMI. Masuk 2 kantong darah gol pAB+. Kemudian dilanjutkan lagi dgn cuci darah (hemodialisa / HD) keesokan harinya.  Saya menjalani opname selama 7 hari denga 4X cuci darah dan transfusi. Untuk transfusi nengalami kendala karena darah AB terbatas dari PMI. Namun, meski HB darah masih rendah, karena kondisi badan sudah membaik  dokter membolehkan pulang. Dan dengan tindak lanjutnya harus menjalani HD 2X seminggu.

Sejak 2010 CKD
Penyakit gangguan fungsi ginjal kronis  (CKD/Cronic kidney Disease) ini tidak datang tiba-tiba.CKD ini udah terdeteksi sejak 2010, selagi saya masih aktif bekerja. Saat itu ketika kontrol ke dokter karena keluhan sendi nyeri karena asam urat kumat, hasil lab sudah menunjukkan gejala ada CKD, yg dilihat dari angka kreatinin darah diatas nomal, yaitu 2 mg/dL (normalnya 0,1 - 1,17).

Apa penyebabnya, saat itu belum diketahui secara pasti. Dokter menduga bisa dari penyakit asam urat dan hipertensi yg sudah  saya alami sebelumnya. Kedua penyakit ini memang turunan dari orang tua/nenek.

Ketika itu dokrer sudah memberi "warning" kalau saya udah CKD stadium 2. Di mana CKD tidak ada obatnya,  hanya bisa dipertahankan dgn mengkonsumsi vitamin ginjal. Selain itu, dokter juga menyarankan membatasi konsumsi protein hewani, seafood, dan garam. Yang juga wajib dilakukan adalah rutin (1-3 bulan sekali) kontrol ke dokter.

Seiring berjalannya waktu, kondisi seperti itu terus dipertahankan, dan aktivitas sehari-hari berjalan normal seperti biasa, tanpa keluhan apa-apa. Hanya rutin minuan obat.
 Hingga menjalani pensiun dari pekerjaan, kondisi badan oke-oke saja. Tidak ada keluhan serius selain sekali-sekali kaki nyeri akibat asam urat. 
 
Karena lama tak ada keluhan, saya lalai, sehingga jarang ke dokter utk kontrol. Yg rutin cuma mengkonsumsi obat hipertensi, dan asam urat kalo lagi kumat. Sejak 2018-2019, hingga 2020, saya jarang kontrol ke dokter yg berakibat fatal. Akibatnya stadium CKD pun tiba-tiba sudah tinggi. Diagnosa dokter, CKD sudah mencapai stadium V, alias gagal ginjal, sehingga harus menjalani cuci darah seperti sekarang.

Pembelajaran
Bagi teman-teman yg masih sehat, terutama yg sudah usia kepala di atas 4/5, seringlah kontrol ke dokter utk mendeteksi dini fungsi ginjal Anda meski tidak ada keluhan. Kondisi kesehatan pengidap CKD dapat turun secara perlahan dalam periode tertentu tanpa disadari hingga tingkat paling parah.

Apalagi yg sudah mengalami gejala-gejaka CKD seperti berikut: warna urine berubah menjadi lebih keruh, kebiasan buang air  berubah, misalnya lebulih sering malam hari. Selain itu, badan gampang capek. Kalau gejala itu ada, waspadalah segera periksa ke dokter.
Semoga bermanfaat
Mardi Sebayang.





Rabu, 03 Juni 2020

Kekuatan Mental Hadapi Situasi Kini

Situasi kini di negeri ini serba sulit akibat mewabahnya pandemi Covid-19. Terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Usaha jalan di tempat, mau buka usaha blm bisa gerak. 
Kini memasuki era new normal. Apa yang bisa diperbuat banyak dalam menjalankan usaha yang serba terbatas. Sementara longgar sedikit, virusnnya bisa nyebar lagi.
Penghasilan warga golongan menengah bawah berkurang, bahkan ada yang minus. Bagi yg punya tabungan, masih bisa bertahan. Bagaimana bagi yg tak punya?
Hanya orang-orang yang punya kekuatan mental dan kesabaran ekstra plus kreativitas tinggilah yang akan bertahan dalam situasi serba salah ini. 

Senin, 05 November 2018

Mengenal Allah, ‘Azza Wa Jalla


“Siapakah Tuhanmu?”
 “Tuhanku adalah Allah, yang telah memelihara diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya. Dialah sesembahanku, tiada bagiku sesembahan yang haq selain Dia.”

 “Semua yang ada selain Allah disebut alam, ada aku adalah salah satu dari semesta alam.”


Melalui apa Anda mengenal Tuhan?
 “Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda  kekuasaan-Nya ialah: malam, siang, matahari dan bulan. Sedang di antara ciptaan-Nya ialah: langit dan bumi beserta segala mahluk yang ada di langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya.”



Firman Allah Ta’ala:
 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah.” *Surah Fushilat (41) : 37


 “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Tuhan) yang telah menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan, sebagai rejeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” *Surah Al-Baqarah (2) : 21-22



 Ibnu Katsir, seorang ahli ilmu hadist, tafsir, fiqh dan sejarah (701-774 H / 1302-1373 M) menyampaikan: Rahimahullah Ta’ala mengatakan, “Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah.”


Macam-macam ibadah yang diperintah Allah itu, antara lain:

Manusia Indonesia, Jangan Marah...


Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang munafik dan tak takut pada Tuhanmu. /Karena kau sudah diberi amanah dan disumpah atas nama Tuhanmu, tapi kau masih juga korupsi.

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang ingkar janji. /Karena pada saat kau kampanye caleg, kau janji akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Tapi setelah kau jadi anggota dewan, yang kau perjuangkan kepentinganmu dan kelompokmu sendiri.
/ Tugasmu kan sebagai pengawal UUD (Undang Undang Dasar), tapi yang kau cari UUD (Ujung Ujungnya Duit).

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang tak taat aturan lalulintas. /Karena sudah ada tanda dilarang parkir, kau parkirkan mobilmu di situ./ Trotoar itu untuk pejalan kaki, tapi kau pacu motormu di situ.

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang bandel. /Karena kau sudah dilarang jualan di trotoar. Tapi kau masih juga menggelar dagangan di situ. Sehingga orang susah lewat.

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang jorok. /Karena sudah ada petujuk buanglah sampah pada tempatnya dan ada dendanya pula di Perdanya. Tapi mengapa sungai yg jadi sumber air minummu banyak sampahnya. Katanya laut Indonesia juga jadi salah satu penyumbang sampah plastik terbanyak di dunia.

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang tak taat pada ajaran agama./Karena setiap pagi dan tengah malam banyak televisi menyiarkan ceramah agama, tempat ibadah juga banyak, tapi mengapa masih banyak berita kejahatan: Perampokan, maling, pembunuhan, narkoba, prostitusi, .....

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau kau dibilang tak pandai bergaul di sosmed/ Karena sosmed seperti fb ini dibikin untuk sarana pertemanan, bersilaturahim, menjalin persahabatan. Tapi mengapa kau pakai untuk saling caci-maki, mencela, menghujat, dan menyebarkan hoax.

Manusia Indonesia, jangan marah ya kalau dibilang di tanahmu masih banyak terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. /Karena dibalik tembok dinding rumah-rumah
mewahmu, masih banyak orang yang berumah berdinding tripleks.



Rabu, 26 Juli 2017

Fenomena Naive Subject dapat Memicu Timbulnya Penyakit Tidak Menular

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, Ms (kanan) dan Prof. Dr. Nuri Andarwulan (tengah) dalam acara Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) di Grha Unilever, BSD City, Tangerang. Kiri, pembawa acara Novandito. (lebih banyak foto lihat Album Naive Subject di facebook sumardi sebayang)



















Fenomena Naive Subject merupakan fenomena lonjakan pola konsumsi yang tidak konsisten. Akibatnya, asupan makanan dan minuman melebihi batasan rata-rata kalori makanan.

Pola konsumsi tak konsisten tersebut disebabkan beberapa kondisi yang tak sesuai dengan standar rata-rata kalori harian. Misalnya pada saat berpuasa, berbuka puasa, momen hari raya, arisan, resepsi, hingga penerapan program diet yang kurang terkontrol. Sedangkan, rata-rata asupan kalori harian setiap orang dewasa adalah 2000 kkal.


Fenomena asupan makanan tak konsisten ini memicu konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebihan. Asupan GGL yang berlebihan berakibat timbulnya penyakit tidak menular (PTM) pada masyarakat.

Dari berbagai pemberitaan media, menyebutkan bahwa PTM merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, dan obesitas.

Fenomena Naive Subject ini merupakan tema bahasan acara Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) yang digelar di Grha Unilever, BSD City, Tangerang, Selasa, 25 Juli lalu.  Forum diskusi redaktur pangan dari media massa di Jakarta ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Ketua Umum PERSAGI Pangan Indonesia Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, Ms dan Direktur SEAFAST Center Prof. Dr. Nuri Andarwulan.

Prof. Andarwulan mengungkapkan, berdasarkan survei SEAFAST Center, ditemukan fakta bahwa asupan garam dan lemak banyak ditemukan pada makanan siap saji. Sedangkan asupan gula banyak ditemukan pada pangan olahan.

Untuk menghindari asupan GGL yang berlebihan dalam pola konsumsi sehari-hari, Prof. Hardin memberikan tips: “Cerdaslah memilih makanan yang akan kita konsumsi sehari-hari dan juga pada momen-momen tertentu, seperti pada resepsi. “Kalau orang mengantre di menu makanan utama, kita bisa memilih buah-buahan terlebih dulu, yang biasanya sepi,” ujarnya.

Acara ini diselingi pula dengan demo masak menu praktis untuk keluarga oleh Chef Gungun dari Unilever Food Solutions (UFS). Chef Gungun menyajikan dua menu yaitu Nasi Goreng Bayam dan Buavita Mango Feast.


Kamis, 22 Juni 2017

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto Resmikan Kantor Pusat Baru Unilever

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, Ms (kanan) dan Prof. Dr. Nuri Andarwulan (tengah) dalam acara Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) di Grha Unilever, BSD City, Tangerang. Kiri, pembawa acara Novandito. (lebih banyak foto lihat Album Naive Subject di facebook sumardi sebayang)



















Fenomena Naive Subject merupakan fenomena lonjakan pola konsumsi yang tidak konsisten. Akibatnya, asupan makanan dan minuman melebihi batasan rata-rata kalori makanan.



Pola konsumsi tak konsisten tersebut disebabkan beberapa kondisi yang tak sesuai dengan standar rata-rata kalori harian. Misalnya pada saat berpuasa, berbuka puasa, momen hari raya, arisan, resepsi, hingga penerapan program diet yang kurang terkontrol. Sedangkan, rata-rata asupan kalori harian setiap orang dewasa adalah 2000 kkal.



Fenomena asupan makanan tak konsisten ini memicu konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebihan. Asupan GGL yang berlebihan berakibat timbulnya penyakit tidak menular (PTM) pada masyarakat.



Dari berbagai pemberitaan media, menyebutkan bahwa PTM merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, dan obesitas.



Fenomena Naive Subject ini merupakan tema bahasan acara Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) yang digelar di Grha Unilever, BSD City, Tangerang, Selasa, 25 Juli lalu.  Forum diskusi redaktur pangan dari media massa di Jakarta ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Ketua Umum PERSAGI Pangan Indonesia Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, Ms dan Direktur SEAFAST Center Prof. Dr. Nuri Andarwulan.



Prof. Andarwulan mengungkapkan, berdasarkan survei SEAFAST Center, ditemukan fakta bahwa asupan garam dan lemak banyak ditemukan pada makanan siap saji. Sedangkan asupan gula banyak ditemukan pada pangan olahan.



Untuk menghindari asupan GGL yang berlebihan dalam pola konsumsi sehari-hari, Prof. Hardin memberikan tips: “Cerdaslah memilih makanan yang akan kita konsumsi sehari-hari dan juga pada momen-momen tertentu, seperti pada resepsi. “Kalau orang mengantre di menu makanan utama, kita bisa memilih buah-buahan terlebih dulu, yang biasanya sepi,” ujarnya.



Acara ini diselingi pula dengan demo masak menu praktis untuk keluarga oleh Chef Gungun dari Unilever Food Solutions (UFS). Chef Gungun menyajikan dua menu yaitu Nasi Goreng Bayam dan Buavita Mango Feast.